"KOMUNITAS PECINTA SEJARAH KOTA TUA"

Sabtu, 18 Juni 2011

Jakarta Bagian Kerajaan Sunda

Ketika banyak etnis ramai – ramai datang ke Jakarta. Sebagaimana tergambar dari nama – nama kampong. Seperti Kampungbali, Kampungmelayu, Kampungjawa, Kampungambon, dan Kampungbandan, ternyata Kampungsunda tidak pernah ditemukan.

Bisa jadi karena dulunya Jakarta merupakan bagian dari Kerajaan Sunda. Apalagi, kalau kita amati nama – nama Jakarta adalah Sunda Kalapa ( bahasa sunda untuk kelapa ). Hal ini didukung oleh berbagai nama wilayah, seperti Gandaria, Menteng, Kemang, dan Gambir. Nama – nama yang cukup dikenal di tanah sunda.

Ayatrohaedi, pakar arkeologi islam dari universitas Indonesia, menduga dulunya Jakarta adalah bagian dari Kerajaan Sangiang. Berdasarkan naskah Carita Parahyangan. Raja Sunda Jayadewata ( identik dengan Sri Baduka Maharaja ) mempunyai anak bernama Surawisesa, yang merupakan Raja Sangiang. Itu karena dari berita Portugis itu, raja yang mereka kenal sebelumnya di Malaka sudah tidak berkuasa lagi di Sangiang. Dia telah menjadi Raja Cumda ( = Sunda ) dan bertakhta di Dayo (= Dayeuh, ibu kota ), kira – kira dua hari perjalanan dari Bandar kerajaan Sangiang yang bernama Kalapa.

Dua hari perjalanan ke arah selatan dari Bandar Kalapa atau sekitar 60 kilometer menurut dugaan sekarang, akan membawa kita sampai ke kota Bogor yang ketika itu masih bernama Pakuan Pajajaran, begitu tafsiran Ayatrohaedi. Pada tahun 1527 pasukan Portugis tidak dapat mendarat di Kalapa, karena sudah dikuasai pasukan islam yang dipimpin oleh panglima Fatahillah.

Dari paparan di atas, tentunya kedudukan raja Sangiang sangat penting. Apalagi berita Portugis tidak pernah menyebut Raja Kalapa atau Raja Sunda Kalapa. Kalau dulunya yang disebut kota Jakarta berlokasi di sekitar bandar Kalapa ( wilayah Jakarta utara sekarang ), pastilah daerah – daerah lain ( Jakarta Timur misalnya ) termasuk kekuasaan kerajaan Sunda atau Sangiang. Seberapa jauh hubungan antara Bandar Kalapa dan Kerajaan Sangiang, rupanya kurang mendapat perhatian para peneliti.

( Djulianto Susantio, pemerhati budaya )

Tidak ada komentar:

Posting Komentar