"KOMUNITAS PECINTA SEJARAH KOTA TUA"

Sabtu, 10 September 2011

Masjid Istiqlal Dirancang Seorang Protestan



Tentu anda pernah mendengar nama Masjid Istiqlal, bukan? Masjid ini terletak di dekat kantor Presiden RI, juga berjarak sekitar dua ratus meter dari Lapangan Banteng. Jika ada peristiwa – peristiwa penting keagamaan, Presiden RI bersama sejumlah petinggi negaralain dan duta besar negara sahabat, selalu hadir disini.
Masjid Istiqlal diresmikan oleh Presiden Soeharto pada tahun 1978. kini Istiqlal, yang berarti “merdeka”, menjadi masjid nasional sekaligus masjid terbesar di tanah air, bahkan masjid terbesar di Asia Tenggara. Dengan luas bangunan sekitar empat hektar dan luas tanah sembilan hektar kompleks Istiqlal mampu menampung hingga 70 ribu orang sekaligus pada waktu bersamaan. Selain memiliki bangunan induk dan kubah, Istiqlal dilengkapi dengan emper penghubung, teras raksasa dan menara, taman, air mancur, serta ruang wudhu yang luas.
Masjid Istiqlal dibangun selama 17 tahun, dimulai pada 24 Agustus 1961, ditandai peletakan batu pertama oleh Presiden Soekarno. Rencana pembangunan Istiqlal sendiri muncul pada ytahun 1950. saat itu menteri agama, KH Wachid Hasyim, melansir gagasan membangun sebuah masjid yang berskala nasional dan mencerminkan jati diri bangsa Indonesia. Bersama Agus Salim, Anwar Tjokroaminoto, dan Ir Sofwan, mereka membentuk yayasan Masjid Istiqlal.
Pada tahun 1954 Presiden Soekarno menyetujui gagasan tersebut. Diputuskan bahwa arsitektur masjid disayembarakan secara terbuka. Presiden Soekarno sendiri yang menjadi Ketua Dewan Juri, dibantu Ir Rooseno, HAMKA ( Haji Abdul Malik Karim Amrullah ), dan Oemar Husein Amin. Pada 5 juli tahun 1955 panitia sayembara mengumumkan desain yang berjudul “Ketuhanan” sebagai pemenang. Perancangnya adalah Frederich Silaban, seorang arsitek yang kelak disebut Soekarno sebagai “ By the Grace of God ”.
Jatuhnya pilihan pada rancangan tersebut, tentu bukan suatu kebetulan, ada dua koinsidensi yang menarik disini. Pertama, Silaban merupakan seorang penganut Protestan yang taat. Kedua, posisi Istiqlal berhadapan dengan Gereja Katedral di sebelah selatan.
Dua koinsidensi yang muncul dibalik pembangunan Masjid Istiqlal, menunjukan bagaimana konsep toleransi beragama dikembangkan begitu halus dan sistematik. Tradisi toleransi beragama seperti ini harus menjadi salah satu penanda jati diri nasional.

( Djulianto Susantio, pemerhati sejarah dan budaya )

Riwayat Olimo



Bila naik bus Transjakarta dari atau menuju ke halte Jakarta Kota, nama halte Olimo selalu disebut. Letaknya tak jauh dari kawasaan Glodok atau Manggabesar. Sejak lama memang nama Olimo Sudah Populer ditelinga masyarakat. Sopir – sopir angkutan umum pasti mengenal nama ini. Olimo, Bagaimana riwayatnya?..
Nama Olimo berasal dari nama perusahaan Belanda NV Olimo yang berdiri pada tahun 1914. perusahaan ini bergerak di bidang otomotif, antara lain mengimpor aksesori, suku cadang, minyak pelumas, dan vernis. Dalam iklan – iklan media cetak tahun 1940-an, nama NV Olimo masih populer. Kantor pusat perusahaan ini berlamat di 121 Molenvliet Oost. Sementara kantor cabangnya yang lumayan besar terdapat di bandung, Surabaya, dan medan.
Kala itu nama Olimo hampir selalu dihubungkan dengan kalangan berduit. Mungkin bisa dimaklumi karena hanya orang – orang kaya yang mampu memiliki mototr dan mobil. Lokasi Olimo disisi Sungai Ciliwung yang ramai, menjadikan namanya tidak lepas dari ingatan. Kini lokasi NV Olimo berada di belokan Jalan Hayam Wuruk ke arah Jalan Manggabesar.
Pesatnya perdagangan menjadikan Olimo semakin memudar perananya. Pada tahun 1970-an sempat berubah menjadi PT. Olimo, namun akhirnya tidak bisa menghindar dari ketatnya persaingan bisnis. Akhirnya pada tahun 1990-an gedung Olimo dibongkar, berganti menjadi gedung bank. Hanya namanya tetap melegenda, mungkin tetap bertahan sepanjang masa.
Berbagai usaha atau kantor kemudian banyak memakai nama Olimo. Yang lumayan terkenal adalah Bubur Olimo. Rumah makan ini menjual bubur ayam. Keberadaanya dikawasan itu termasuk langgeng karena mampu bertahan hingga kini. Bubur Olimo yang semula dikenal sebagai bubur hostes, berdiri sejak 1950-an. Saat ini ditangani oleh generasi ketiga.
Disebut bubur hostes karena ketika itu ( tahun 1970-an ), bisnis hiburan malam termasuk night club dan kasino, marak di Jakarta. Pengunjung night club dan kasino sering makan bubur ayam ditemani para hostes ( pramuria ). Karena citra hostes kurang bagus namun populer, jadilah nama itu yang dipakai. Selain rumah makan, beberapa perusahaan memakai nama Olimo, diantaranya biro jasa, perumahan, and kantor pengacara

( Djulianto Susantio, pemerhati sejarah dan budaya )

Kapiten Cina



Ketika VOC menduduki Batavia pada tahun 1619, ada kurang lebih 400 orang Cina yang hidup disana. Jumlah ini meningkat jadi 800 orang pada tahun berikutnya. Ketika Jan Pieterszoon Coen ditunjuk sebagai Gubernur, dia dia memutuskan untuk menunjuk seorang kapiten ( kapten ) yang menjadi pemimpin mereka untuk menyelesaikan masalah – masalah kecil dalam kelompoknya.

Kapiten yang pertama ini adalah Souw Beng Kong, yang kemudian menajdi teman baik Coen. Tugas kapiten Cina adalah menangani administrasi bagi penduduk Cina yang akan keluar, menetap atau akan menikah, selain itu mereka juga menangani masalah kejahatan, pesta – pesta dan izin – izin.

Tugas lain yang penting adalah menangani berbagai macam pajak, misalnya : Pajak jalinan rambut panjang, Pajak kuku panjang ( menandakan orang kaya yang sanai ), Pajak judi dan candu ( Alwi Shahab, 2001 )
Pelantikan seorang kapiten diadakan sangat meriah. Tahun 1685 merupakan puncak sejarah dari berbagai upacara ini, menurut deskripsi Hoetink, calon kapiten ke kantor Kotapraja dalam sebuah tandu yang dipikul oleh delapan orang dan di dahului ratusan budak yang membawa bendera serta lentera serta ratusan orang Cina yang membawa lambang – lambang kekuasaanya. Setiba di kantor Kotapraja, keputusan Gubernur Jenderal mengenai pengangkatanya dibacakan di depan umum dan terdengarlah dentuman meriam ( Myra Sidharta, 1994 ).

Jabatan Kapiten Cina, dengan kekuasaanya yang besar, memang merupakan posisi prestisius hingga mereka akan melakukan berbagai cara untuk melakukanya, antara lain : menjamu para pegawai Kompeni dengan minuman – minuman keras dirumahnya, juga menyuap dengan memberikan recognitiegeld ( uang yang dibayar setiap tahun sebagai pengakuan atas hak ).

Bahkan pernah ada orang Cina yang berjanji akan memberikan tanah diluar kota kepada anggota pemerintahan Cranssen ( 1812 ). Memang pangkat perwira bisa memberi kehormatan dan kekayaan, karena dari pemasukan judi dan candu sebesar 45 ribu Ryksdealders (Rds )/tahun, perwira Cina mendapat 15 ribu Rds/tahun ( Ensiklopedi Jakarta, Jakarta.co.id ). Namun seiring perkembangan jaman, peran dan kekuasaan Kapiten Cina perlahan – lahan mulai memudar.

( Lily Utami, pemerhati social dan budaya )

Wisata Sejarah Tempo Dulu

Ternyata berwisata mengunjungi tempat – tempat bersejarah sudah dilakukan sejak dulu. Buktinya dalam Koran Bintang Betawi edisi Juli tahun 1902 terdapat artikel yang mengajak para pembaca dan pendatang untuk jalan – jalan mengunjungi tempat atau bangunan – bangunan bersejarah di Betawi yang ada pada masa itu.
Rute perjalanan juga diberikan untuk memudahkan menyusuri kota. Mau tau kemana saja wisata sejarah kota Betawi dilakukan pada tahun 1902 ?? ini dia :
Perjalanan pertama dimulai dari Petja Koelit kuburanya Pieter Erbeveld, dimana terdapat sebuah tugu peringatan dengan tengkorak kepala Piter yang telah ditancapkan sebuah tombak dan ada sebuah prasasti di bawahnya. Konon Peter adalah satu kepala penyamun yang sudah dihukum robek badanya oleh empat ekor kuda maka itu tempat tersebut dikasih nama Petja Koelit.
Dari ini tempat baek pergi ke jembatan Senti, dimana ada satu gereja besar bernama The Portugeesche Buitenkerk yang umurnya ada lebih 200 tahun, sebab ini gereja mulai dibuka di hari minggu tanggal 23 Oktober 1695, dengan pemberkatan oleh pendeta Theodorus Zas. Dari sini terus ke Kali Besar dimana ada banyak rumah dari tempo dahulu kala yang sekarang dibikin toko.
Dari Kali Besar baik berjalan mudik ke Mangga Besar dimana ada satu gardu papan yang umurnya sudah lebih dari 100 tahun, ke Kebon Jeruk dimana ada satu masjid umurnya lebiuh dari 200 tahun, dank e Molenvliet Kulon depan kampong Jawa, dimana ada satu rumah bekas istananya satu Gouverneur Generaal di tempo dulu kala.
Penghabisan baik datang di kantor Palaes di Weltevreden dimana boleh mendapat liat gambar – gambar Gouverneur Generaal dari yang pertama hingga gouverneur Generaal yang baru berangkat, tapi siapa suka datang melihat sekalian jenis yang ada di wartakan di atas, musti datang di hari Minggu dengan senang boleh diperiksa apa yang ingin dilihat. Kalau hendak dateng ke kantor Palaes, baik kasih tahu dulu pada tuan Beerhorst yang jaga kantor itu. ( Bintang Betawi, Juli 1902 )
Kalau kita telusuri saat ini, beberapa tempat bersejarah tersebut ada yang sudah tidak ada, berpindah tempat, atau tidak dapat lagi dikunjungi. Namun ada juga yang keberadaanya masih dapat kita jumpai, seperti Kampung Pecah Kulit yang berada di jalan Pangeran Jayakarta, The Portugeesche Buitenkerk yang lebih dikenal dengan Gereja Sion, dan Masjid Kebon Jeruk.

( Lily Utami, pemerhati social dan budaya )