"KOMUNITAS PECINTA SEJARAH KOTA TUA"

Kamis, 12 Mei 2011

Pajak Anjing

Penyayang binatang yang hidup pada masa Kolonial pasti akan berpikir dua kali untuk memelihara anjing. Sebab, pada masa itu pemeliharaan anjingpun harus bayar pajak.
Di tahun 1990-an pemerintah Hindia Belanda masih mengalami defisit keuangan, maka bermacam upaya dilakukan untuk memperbaiki keadaan finansialnya, baik untuk kepentingan di negeri Belanda maupununtuk kepentingan keuangan di negri jajahannya(Indonesia).
Salah satunya adalah dengan mengintensifkan berbagai pajak, seperti menaikan pajak penyerahan wajib, mengadakan pajak penjualan tanah, pajak candu, pajak perdagangan pajak transportasi, pajak pasar, pajak jalan dan jembatan, pajak perjudian, pajak penggadaian, pajak ternak pajak minuman keras, pajak tembakau, pajak penangkapan ikan, pajak usaha kecil, pajak kepala, pajak penebangan kayu, pajak gula aren, pajak garam, bahkan pajak anjing.
Pajak Anjing ditetapkan dalam Staatsblad No.283 tahun 1906 yang kemudian diubah dalam Staatsblad No.430 tahun 1930 dan Staatsblad No.140 tahun 1931. pajak ini harus di bayarkan tiap tahun dan dikenakan bukan saja pemilik tapi juga mereka yang disuruh menyimpan atau memelihara anjing (Berita Resmi Daerah DIY, 1961.)
Untuk mengingatkan masyarakan akan kewajibannya tersebut, pemerintah Hindia Belanda kerap membuat pengunguman yang dimuat dalam Koran-koran yang beredar saat itu, salah satunnya adalah Koran Sin Po, isi pengumuman itu:
“kami Burgemeester Betawi memberitahoe bahwa memoengoet padjak andjing boeat taoen 1930/1931 akan dimoelai dai 1 juli 1930. barang siapa jang mempoenjai andjing haroeslah ia dating membajar padjak itoe pada kantor Gementee-Ontvanger di kebon sirih 22 dan ditetapkan boeat 1 andjing itoe f 10-banjaknja. Kantor diboeka saban hari (selaen hari minggoe dan hari besar) dari poekoel 7 ½ sampe 10 pagi.
Waktoe membajar padjak haroeslah penning taoen 1929/1930 dikembaliken, soepaja djangan poela dikenakan bajaran f 0,25”(Sin Po, 28 juni 1930).
Tentu saja pemilik anjing yang tidak mematuhinya akan dikenakan sangsi atau denda yang tinggi
(Lily Utami, pemerhati sejarah dan budaya)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar