"KOMUNITAS PECINTA SEJARAH KOTA TUA"

Rabu, 18 Mei 2011

Ngupi ame Ruti


pada satu zaman dulu ngupi ame ruti ( minum kopi dengan roti ) termasuk kegiatan yang top. Tidak semua ibu rumah tangga mampu menyediakan hidangan itu bagi suaminnya, karena roti masih langka dan harganya mahal. “Ruti, apelagi dipake mentege, itu sih makanan Belande,”kata orang zaman dulu.

Seiring dengan berjalanya waktu, seni boga Betawi juga makin berkembang. Kaum ibu membuat bermacam-macam panganan utnuk hidangan resmi seperti kue onde pite, talam udang, pastel nastar, bubur sumsum, srikaya, dan kue pepe. Sedangkan untuk “iseng-iseng”dibuat empleng-empleng.

Orang Betawi pinggir memproduksi makanan dengan nama yang jenaka, misalnnya ongol-ongol, sengkulun, rengginang, dangeplak. Cuma satu yang namannya cantik, yaitu kue putu mayang. Ini satu-satunnya kue yang dipotong mesti menggunakan sembilu (bagian kulit bamboo yang dipotong tipis dan tajam).

Kue-kue asal Betawi itu kini jarang, bahkan sulit, dijumpai. Orang-orang Jakarta sudah terbiasa ngupi ame ruti. Kebiasaan ini meluas sejak pertengahan tahun 1960-an. Sampai-sampai, tukang kopi dipinggir jalan pun menyediakan roti bakar, sehingga kue pancong kalah pamor.

Entah bagaimana nasib cetakan kue pancong berikut ganconnya. Dan, kini roti bukan sekedar pengganti kue. Bahkan sudah “naik pangkat” menggantikan nasi sebagai sarapan pagi.

Derasnnya modernisasi telah menggusur tukang kopi pinggir jalan, dan fungsi mereka digantikan oleh café & bakery, serta coffe shop yang kini juga merambah sampai ke mal-mal.

( Asep Setiawan, pemerhati budaya)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar