Berita tentang pelabuhan sunda kelapa muncul dalam berita Belanda pertama kali ditulis oleh Jan Huygen van Linschoten. Dalam perjalanan dari Belanda ke Spanyol dan India dia rajin menyalin berbagai sumber dan peta Portugis. Dia pun mencatat apa yang didengarnya dari orang-orang yang pulang dari Asia Tenggara dan Asia Timur ke Goa. Menurut laporannya, pada tahun 1580-an Jakarta masih disebut Sunda Kelap.
Buku karangan van Linschoten itu berjudul Itinerario, terbit pada tahun 1595. disebutkan di dalamnnya sebagai mana terjemahan Adolf Heuken. “di sebelah tenggara di seberang ujung pulau Sumatra, di sebelah selatan khatulistiwa, terletak pulau yang disebut Iava Mayor atau Jawa Besar” (Sumber-sumber asli sejarah Jakarta, jilid 2, hal. 11).
Karena berita tersebut, kaum pedagang di beberapa kota di Belanda mengumpulkan modal untuk bersama-sama mengirim beberapa kapal ke Jawa dan Maluku (1595). Beberapa harga komoditi ketika itu? Laporan van Linschoten mungkin bisa menjadi perbandingan.
Menurutnnya,di Sunda tidak ada mata uang selain keeping-keping perunggu yang disebut caixa. Caixa berasal dari kata kas’u (bahasa Tamil), berarti sekeping uang. Nilai 200 caixa, sama dengan satu sata. Sata, dari kata Jawa Kuno satak, berarti ‘dua ratus’. Setiap lima sata atau 1000caixa, sama nilainnya dengan satu crusade Portugis (dari emas) atau tiga gulden karolus uang Belanda (dari perak).
Lada dari sunda dijual dalam karung dan setiap akrung beratnnya 45 cate (sama dengan kata melayu kati) Tionghoa. Setiap cate sama dengan 20 ons Portugis. Harga setiap karung yang dibeli di tempat ini,, sekurang-kurangnnya 5.000 caixa dan paling tinggi 6.000 atau 7.000 caixa. Bunga pala, cengkeh, pala, kapur barus putih dan hitam, serta kamper dijual menurut timbangan bahar. Bahar sama dengan 3 sampai 4,5 pikul atau sekitar 70kg.
Setiap bahar sunda sama dengan 330 cate Tionghoa. Bunga pala yang baik biasanya berharga 100 atau 120 ribu caixa. Cengkeh yang baik harganya menurut persediaan. Sebaliknnya cengkeh jelek berharga 70 atau dijual 20 atau 25 ribu caixa se-bahar. Kapur barus putih dan hitam berharga 150-180 bahkan 200 ribu caixase-bahar.
(Djulianto susantio, pemerhati sejarah dan budaya)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar