"KOMUNITAS PECINTA SEJARAH KOTA TUA"

Kamis, 23 Juni 2011

Dimiskinkan di Batavia



Istilah dimiskinkan popular kembali sejak Gayus Tambunan diduga menjadi mafia Pajak. Hal ini juga diusulkan untuk koruptor – koruptor lain. Yang dimaksud dengan dimiskinkan adalah menyita seluruh harta si koruptor yang diduga kuat merupakan hasil korupsi.
Sebenarnya, istilah dimiskinkan sudah dikenal sejak zaman kerja paksa zaman VOC. Menurut pandangan VOC, rakyat harus dimiskinkan agar gampang diperbudak. Sistem kerja paksa dikenal luas pada zaman Deandels ( 1808 – 1811 ), kemudian diteruskan oleh pemerintah kolonial Belanda sampai tahun 1916. dalam sistem kerja paksa ini ada yang tidak dibayar, adapula yang dibayar sekedarnya.
Ketika itu kehidupan orang kota di Batavia sulit dan pahit, seperti halnya orang – orang desa. Akibatnya kebanyakan pribumi hanya menjual tenaga untuk mencari makan. Mereka tidak punya modal dan kesempatan untuk berdagang, karena Belanda lebih mempercayai oang – orang Cina untuk berkiprah dibidang perekonomian.
Karena dimiskinkan maka para bumi putera ditarik bekerja di sektor perkebunan atau pabrik gula. Walaupun dengan upah sangat rendah, mereka kuasa melawan. Sebaliknya Belanda justru diuntungkan karena mampu meraup keuntungan jutaan gulden per tahun. Bahkan orang – orang kaya bisa mempekerjakan kuli sebagai budak. Bi Batavisa sistem perbudakan dihapus pada tahun 1860.
Umumnya orang yang dimiskinkan itu memang berprofesi sebagai kuli atau babu. Penggunaan rotan dan kurungan dalam kandang di belakang rumah, sudah dianggap biasa terhadap mereka. Sesekali mereka dititipkan pada sipir penjara di balaikota, dengan bayaran empat stuiver per hari. Sipir yang nakal tidak segan menjual budak yang mereka tahan itu.
Kusus untuk pekerjaan babu, hal itu memang sangat dibutuhkan oleh orang – orang Belanda dan Cina. Para babu semula hanya bertugas mengurus rumah tangga juragan mereka. Tapi babu – babu yang berparas lumayan memiliki tugas sampingan, yakni melayani kebutuhan seks para juragan itu. Babu – babu yang demikian dikenal dengan panggilan nyai. Tidak jarang, babu – babu ini kemudian menjadi istri resmi si tuan.
Dulu orang yang dimiskinkan begitu menyedihkan. Salah sedikit saja bisa kena hukum cambuk. Tangan diikat di tiang, lalu celana agak dipelorotkan , dan cambuk pun dilecutkan beberapa kali ke pantat.

( Djulianto Susantio, pemerhati sejarah dan budaya )

Tidak ada komentar:

Posting Komentar