"KOMUNITAS PECINTA SEJARAH KOTA TUA"

Jumat, 01 Juli 2011

Kisah Nama Jalan di Pecinaan

Disamping penhgaruh Belanda, pengaruh China di Jakarta merambah kemana – kemana, tak terkecuali dalam hal nama tempat atau nama jalan. Setelah pembantaian di Batavia pada tahun 1740, etnis China mendapat tempat khusus yang disebut Pecinaan lokasinya sekitar Pancora – Gelodok sekarang.
Ada nama – nama pengaruh China bisa dilihat dari nama – nama popular yang amsih sering disebut – sebut masyarakat, meskipun nama tersebut sudah berganti saat ini. Mungkin generasi sekarang cuma mendengar nama Jalan Jelakeng. Dulu, sebelum berganti menjadi Jalan Perniagaan Barat, nama Jelakeng cukup popular.
Jalan Jelakeng pada abad – 18 disebut Jalan “ Jie Lak Keng ”. dalam dialek Hokkian jie =2 dan lak =6, jadi bermakna 26 bangunan. Di kawasan ini dikabarkan pernah terdapat 26 bangunan yang semuanya dimanfaatkan untuk tujuan wisata. Ada pula yang berpendapat yang dimaksud adalah bangunan nomor 26.
Ketika itu pertengahan abad – 18, Jie Lak Keng menjadi “ Las Vegas”- nya Batavia. Orang – orang kaya dan ningrat dari mancanegara kerap datang ketempat ini. Lantai bawah umumnya digunakan untuk menghisap madat, sedangkan lantai atas untuk prostitusi dan judi. Musik gambang kromong selalu mengiringi kenikmatan sesaat itu.
Setelah berjalan hamper satu abad, pamor Jie Lak Keng memudar seiring berkembangnya rumah – rumah prostitusi dan madat di wilayah Glodok. Sekitar tahun 1930-an, Jie Lak Keng sudah menjadi kawasan perdagangan produk logam seperti paku, seng, besi beton, dan berbagai perkakas dari besi. Memasuki awal tahun 1980-an, kawasan perdagangan ini kalah populer oleh kawasan perdagangan dan pusat – pusat perbelanjaan baru yang tumbuh disekitarnya. Pada kisaran masa itu pula nama Jelakeng diganti menajdi Perniagaan Barat.
Sepperti halnya Jalan Perniagaan Barat, dulu Jalan Perniagaan Raya disebut Jalan Patekoan. Nama itu berasal dari Pa Tek Wan, pa atau pat = depan dan tek wan = poci. Konon, dulu seorang kapiten Tionghoa, Gan Djie, mempunyai isteri yang sangat baik. Tiap hari sang isteri menyiapkan delapan poci berisi air the dijalan itu agar masyarakat yang melintas dapat meneguk air bila kehausan. Persediaan air itu ternyata menjadi cirri bagi orang – orang yang ingin mencari kantor officer Tionghoa itu. Di mana ada pat-tek-koan, disitulah tempat tinggal Kapiten Gan.
Beberaqpa nama lain sudah berganti pula, seperti Jalan Souw Beng Kong di bagian kiri Jalan Pangeran Jayakarta dari arah Beos. Nama ini menjadi Jalan Taruna. Hanya nama Jalan Lautze yang masih bertahan sampai kini. Mungkin karena di lingkungan tersebut terdapat masjid untuk komunitas China Muslim.
( Djulianto Susantio, pemerhati sejarah dan budaya )

Tidak ada komentar:

Posting Komentar