"KOMUNITAS PECINTA SEJARAH KOTA TUA"

Jumat, 01 Juli 2011

Ex Me Ipsa Renata Sum


Gedung eks Balai Kota Batavia yang kini menjadi Musium Sejarah Jakarta ( MSJ ) masih menyisakan berbagai berbagai kisah kehidupan kota Batavia. Kisah gedung itu sendiri pun masih menarik disimak, berpadu dengan berbagai koleksi yang bukan hanya bisa dinikmati tapi yang paling penting, bisa dipelajari.
Masuk ke gedung bekas Stadhuis atau Balai Kota Batavia, menuju halaman belakang tersimpan pula beberapa koleksi yang menyatu dengan taman belakang. Sebut saja Patung Hermes, Meriam Si Jagur, dan Prasasti atau Monumen Pieter Erberveld.

Meriam perunggu bertuliskan “ ex me ipsa renata sum “ dan terkenal dengan nama Si Jagur kini berada di belakang taman MSJ. Persis dihadapan si meriam, berdiri patung Hermes. Sebelum sampai pada posisi sekarang ini, Meriam Si Jagur beberapa kali pindah tempat. Meriam Portugis ini dibawa ke Batavia oleh Belanda, setelah merebut Malaka tahun 1641, untuk ditempatkan di Benteng Belanda untuk menajga pelabuhan.

Menurut Adolf Heuken dalam Tempat – tempat bersejarah di Jakarta, arti kalimat berbahasa latin itu adalah “ dari sayasendiri aku dilahirkan kembali “. Dari kalimat es me ipsa renata sum itu, tersimpan symbol X, I dan V ( Ex Ipsa renata sVm ) yang memberi arti bahwa meriam itu dibikin dari 16 ( X + I + V ) meriam untuk benteng malaka.
Keunikan lain meriam itu adalah simbol Mano in Fica. Dalam kamus simbolisasi, Mano in Fica yaitu symbol jempol dalam kepalan tangan bermakna sebuah representasi kuno persatuan seksual atau persetubuhan. Dalam tradisi Roma, symbol itu di asosiasikan dengan kesuburan dan erotisme. Maka kisah tentang tahayul pun merebak sehingga dimasa lampau meriam ini dianggap keramat. Pasangan suami isteri yang menginginkan anak, mendatangi meriam ini untuk melakukan ritual menabur bunga dan kemudian menduduki meriam tersebut.

Museum Pusat ( kini museum nasional ) sempat menjadi tempat Si Jagur sebelum kemudian dipindah ke Msueum Wayang diseputar tahun 1968. kisah Akum, petugas MSJ yang sudah lebih dari 30 tahun membantu museum, “ saya ikut mangangkat Si Jagur masuk ke Museum Wayang “ sesuai dengan data Heuke yang menyebut, untuk menjaga Si Jagur, maka meriam ini disimpan di ruang bawah Museum Wayang.
Sekitar tahun 1974, meriam itu kemudian keluar dari persembunyian, diletakan di Taman Fatahillah hingga tertutup pedagang kaki lima.

( Pradaningrum Mijarto )

Tidak ada komentar:

Posting Komentar