"KOMUNITAS PECINTA SEJARAH KOTA TUA"

Minggu, 01 April 2012

Foto Terlarang Hindia Belanda

Selasa, 8 Desember 2009 di Belanda diterbitkan buku yang berisikan foto-foto terlarang yang dibuat di Hindia-Belanda antara tahun 1945 hingga tahun 1949. buku itu berjudul Koloniale Oorlog: 1945-1949
( Perang Kolonial 1945-1949) karya Rene Kok, Erik Somers, dan Louis Zweers. Hamper 200 foto menghiasi buku tersebut. Foto-foto itu pernah disensor oleh pemerintahan Batavia karena mereka hanya mau memberikan gambaran yang positif tentang perang. Foto tentara yang terluka tembakan, penduduk yang ditangkap dan diancam laras senapan dulu tidak pernah muncul di media Belanda.

Ketiga penulis, sebagaimana diberitakan Radio Nederland Siaran Indonesia (Ranesi), menyelidiki arsip-arsip foto di periode dekolonialisasi Hindia-Belanda antara 1945 hingga 1949. ketika itu banyak wartawan yang dipakai oleh pemerintah kolonial untuk membuat foto-foto perang. Para wartawan ini diwajibkan menyerahkan semua foto yang dibuat kepada pemerintah Batavia untuk diseleksi. Foto-foto yang lolos seleksi boleh dikirim ke media di Belanda.

Banyak foto tidak terseleksi karena dianggap mengandung “unsur-unsur yang mengagetkan”. Hal ini dipandang bisa meresahkan sanak keluarga serta penduduk Belanda. Foto serdadu yang terluka atau tawanan perang, musalnya, tidak pernah ditampilkan di media.

Sebenarnya periode setelah 17 Agustus 1945 dan 1949, dikenal dengan periode Bersiap. Setelah itu dimulai aksi agresi I dan II oleh Belanda, dan berakhir dengan pengakuan kedaulatan Indonesia oleh Belanda pada 27 Desember 1949. Istilah Belanda ‘Politionele Actie’ sengaja tidak digunakan oleh ketiga penulis, menurut mereka istilah ini digunakan pemerintah Belanda untuk membenarkan aksi di Indonesia, yaitu mengembalikan ketenangan dan pemerintahan di Hindia-Belanda, sekaligus digunakan untuk menutup-nutupi apa yang terjadi ketika itu.

Setelah menyelidiki ratusan foto yang ditemukan, ketiganya menyimpulkan bahwa sejak hari pertama pasukan Belanda datang ke Indonesia, dimulailah periode perang, dalam hal ini perang kolonial. Banyak reaksi diterima ketiga penulis, terutama dari kalangan veteran KNIL di Belanda. Dan juga dari anak-anak mereka, generasi kedua setelah perang. Meskipun banyak sisi negatife dari perang diceritakan buku ini, namun inilah sejarah yang sesungguhnya.

(Djulianto Susantio, pemerhati sejarah dan budaya)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar