Tentu anda pernah mendengar nama Masjid Istiqlal, bukan? Masjid ini terletak di dekat kantor Presiden RI, juga berjarak sekitar dua ratus meter dari Lapangan Banteng. Jika ada peristiwa – peristiwa penting keagamaan, Presiden RI bersama sejumlah petinggi negaralain dan duta besar negara sahabat, selalu hadir disini.
Masjid Istiqlal diresmikan oleh Presiden Soeharto pada tahun 1978. kini Istiqlal, yang berarti “merdeka”, menjadi masjid nasional sekaligus masjid terbesar di tanah air, bahkan masjid terbesar di Asia Tenggara. Dengan luas bangunan sekitar empat hektar dan luas tanah sembilan hektar kompleks Istiqlal mampu menampung hingga 70 ribu orang sekaligus pada waktu bersamaan. Selain memiliki bangunan induk dan kubah, Istiqlal dilengkapi dengan emper penghubung, teras raksasa dan menara, taman, air mancur, serta ruang wudhu yang luas.
Masjid Istiqlal dibangun selama 17 tahun, dimulai pada 24 Agustus 1961, ditandai peletakan batu pertama oleh Presiden Soekarno. Rencana pembangunan Istiqlal sendiri muncul pada ytahun 1950. saat itu menteri agama, KH Wachid Hasyim, melansir gagasan membangun sebuah masjid yang berskala nasional dan mencerminkan jati diri bangsa Indonesia. Bersama Agus Salim, Anwar Tjokroaminoto, dan Ir Sofwan, mereka membentuk yayasan Masjid Istiqlal.
Pada tahun 1954 Presiden Soekarno menyetujui gagasan tersebut. Diputuskan bahwa arsitektur masjid disayembarakan secara terbuka. Presiden Soekarno sendiri yang menjadi Ketua Dewan Juri, dibantu Ir Rooseno, HAMKA ( Haji Abdul Malik Karim Amrullah ), dan Oemar Husein Amin. Pada 5 juli tahun 1955 panitia sayembara mengumumkan desain yang berjudul “Ketuhanan” sebagai pemenang. Perancangnya adalah Frederich Silaban, seorang arsitek yang kelak disebut Soekarno sebagai “ By the Grace of God ”.
Jatuhnya pilihan pada rancangan tersebut, tentu bukan suatu kebetulan, ada dua koinsidensi yang menarik disini. Pertama, Silaban merupakan seorang penganut Protestan yang taat. Kedua, posisi Istiqlal berhadapan dengan Gereja Katedral di sebelah selatan.
Dua koinsidensi yang muncul dibalik pembangunan Masjid Istiqlal, menunjukan bagaimana konsep toleransi beragama dikembangkan begitu halus dan sistematik. Tradisi toleransi beragama seperti ini harus menjadi salah satu penanda jati diri nasional.
( Djulianto Susantio, pemerhati sejarah dan budaya )
Masjid Istiqlal diresmikan oleh Presiden Soeharto pada tahun 1978. kini Istiqlal, yang berarti “merdeka”, menjadi masjid nasional sekaligus masjid terbesar di tanah air, bahkan masjid terbesar di Asia Tenggara. Dengan luas bangunan sekitar empat hektar dan luas tanah sembilan hektar kompleks Istiqlal mampu menampung hingga 70 ribu orang sekaligus pada waktu bersamaan. Selain memiliki bangunan induk dan kubah, Istiqlal dilengkapi dengan emper penghubung, teras raksasa dan menara, taman, air mancur, serta ruang wudhu yang luas.
Masjid Istiqlal dibangun selama 17 tahun, dimulai pada 24 Agustus 1961, ditandai peletakan batu pertama oleh Presiden Soekarno. Rencana pembangunan Istiqlal sendiri muncul pada ytahun 1950. saat itu menteri agama, KH Wachid Hasyim, melansir gagasan membangun sebuah masjid yang berskala nasional dan mencerminkan jati diri bangsa Indonesia. Bersama Agus Salim, Anwar Tjokroaminoto, dan Ir Sofwan, mereka membentuk yayasan Masjid Istiqlal.
Pada tahun 1954 Presiden Soekarno menyetujui gagasan tersebut. Diputuskan bahwa arsitektur masjid disayembarakan secara terbuka. Presiden Soekarno sendiri yang menjadi Ketua Dewan Juri, dibantu Ir Rooseno, HAMKA ( Haji Abdul Malik Karim Amrullah ), dan Oemar Husein Amin. Pada 5 juli tahun 1955 panitia sayembara mengumumkan desain yang berjudul “Ketuhanan” sebagai pemenang. Perancangnya adalah Frederich Silaban, seorang arsitek yang kelak disebut Soekarno sebagai “ By the Grace of God ”.
Jatuhnya pilihan pada rancangan tersebut, tentu bukan suatu kebetulan, ada dua koinsidensi yang menarik disini. Pertama, Silaban merupakan seorang penganut Protestan yang taat. Kedua, posisi Istiqlal berhadapan dengan Gereja Katedral di sebelah selatan.
Dua koinsidensi yang muncul dibalik pembangunan Masjid Istiqlal, menunjukan bagaimana konsep toleransi beragama dikembangkan begitu halus dan sistematik. Tradisi toleransi beragama seperti ini harus menjadi salah satu penanda jati diri nasional.
( Djulianto Susantio, pemerhati sejarah dan budaya )