Pada masa
pendudukan Jepang di Indonesia, semua serba dibatasi. Bukan hanya bahan pangan
seperti beras, tepung terigu, gula, dan garam, melainkan juga bahan pakaian. Yang lebih
parah lagi, pemakaian lampu ( listrik) sebagai penerangan di rumah-rumah
penduduk juga dibatasi.
Setelah
Indonesia memproklamirkan kemerdekaanya, sikap Jepang berubah 180 derajat. Sadar
akan kekalahanya dari Amerika Serikat, dan untuk kembali menarik hati rakyat
Indonesia, dicabutlah berbagai pembatasan itu, termasuk pembatasan penerangan
lampu.
Malah kemudian,
karena menjelang perayaan Hari Raya Idul Fitri, Jepang berjanji akan membagikan
berjuta-juta bola lampu pada masyrakat. Berita ini diumumkan dalam suratkabar
Asia Raya: “Berhubung dengan dihapuskanya pembatasan penerangan lampu, mulai
tanggal 21 Agustus diumumkan penghapusan pembatasan penerangan lampu di seluruh
Jawa.
Berhubung dengan
itu, pihak yang bersangkutan telah mengambil tindakan untuk membagi-bagikan
berjuta-juta bola lampu kepada umat Islam bagi keperluan lebaran. Pembagian akan
melalui Tonori Kumi.
Juga kepada
bangsa Nipon pembagian semacam itu akan dilakukan dengan syarat permintaan
mereka sendiri-sendiri kepada Djawa Denki Zigyoo Sya. Disamping itu, tindakan
untuk penerangan jalan-jalan raya di kota-kota besar, pun sudah dimulai.
Dengan
tindakan ini, terdapatlah kerjasama antara Bangsa Nipon dengan Indonesia untuk
mengatasi segala kesukaran dan penderitaan (Asia Raya, 23 Agustus 1945)".
(Lily Utami, pengamat sejarah dan
kebudayaan)